Latest Posts

Cerita di Balik Niqab

By 11.52 , ,

Bismillah.



Oleh : Aulia Azka

Jilbab besar, gamis yang melebar, beserta niqob yang menutupi. Terbayang sudah bagaimana gambaran diri ini. Tepat pada tanggal 10 Zulhijah. malam dimana aku mulai membayangkan betapa berharganya diriku, jika nanti aku memberanikan diri untuk  berhijrah. Ya, menggunakan niqob. Terlindungi, nyaman dan tentunya merasa dihargai, begitu yang terlintas dipikiran ini.

Namaku Azka. Aku berusia 4 tahun lebih muda dari kakakku. Kami bersaudara 4. Siapa sangka aku adalah anak bungsu, yang selalu dianggap kecil walaupun usiaku sudah beranjak dewasa. Umurku 18. Usia yang seharusnya sudah paham betul akan agama. Namun tidak bagi keluargaku. Lahir ditengah keluarga yang minim akan pengetahuan agama. Solat, mengaji, bagaimana bersikap sopan terhadap orang lain. Hanya sebatas pengetahuan dasar.

Ketidaktenangan yang terus-menerus menghantui. Kemana aku selama ini? Dimana ilmu yang selama ini kugali? Semua terasa sia-sia disaat aku buta akan agama. Sedih, gelisah, itulah yang ku rasakan hingga saat ini. Perasaan malu akan diri. Bagaimana bisa aku tak tahu menahu tentang agama? Kisah para Rasul pun tak banyak yang ku ketahui. Menangis dalam kesendirian. Berharap terlahir kembali layaknya balita yang tumbuh menjadi anak shalihah dikalangan keluarga islami.

Akankah terus seperti ini? Tidak. Kuputuskan untuk melanjutkan perkuliahan dimana Universitas yang memfokuskan untuk mempelajari dan mendalami ilmu agama. Sederhana, yang kuinginkan adalah bagaimana hidup tenang menjadi seorang muslimah yang menuntut ilmu tidak hanya ilmu dunia melainkan ilmu akhirat. Seiring berjalannya waktu, kutemukan jawabannya. Allah pilihkan STEI TAZKIA sebagai jodohku.

 Ya, Dia Maha Mengetahui apa yang dirasakan hamba-Nya. Allah tahu aku gelisah, Allah tahu apa yang kurasakan selama ini. Hingga kini Ia pertemukan kami. Teman-teman yang tak pernah kusangka keberadaannya. Orang-orang berilmu yang shalih dan shalihah. Masya Allah. Ia dekatkan aku dengan mereka yang nyatanya membantuku dalam menggali ilmu agama. Kuasa Allah. Semua terjadi dalam sekejap.

Sejak saat itu, aku mulai dibiasakan dengan aktifitas yang jauh berbeda dari sebelumnya. Dimana dahulu, semua waktu terasa terbuang sia. Hingga kini, melewatkan satu detikpun aku tak mau. Ku pergunakan waktu dengan sebaik mungkin. Ku perdalam ilmu agamaku disamping menuntut ilmu dunia. Walau tak banyak yang ku ketahui, namun kuyakin dengan adanya doa dan usaha yang  kujalani tak akan menutupiku untuk kemudian dapat menguasai ilmu agama. Insya Allah. Aamiin.

Keinginanku menggunakan niqobpun semakin kuat. “Sanggupkah diri ini?” hati kecilku berbisik “mengapa tidak? Ini yang kau mau!”. Dengan penuh keyakinan, kuluruskan kembali niatku. Siapa sebenarnya diriku? Apa tujuanku dilahirkan ke dunia ini? Lantas apa yang harus kuperbuat untuk diriku sendiri? Kalau bukan dan tidak lain hanyalah semata-mata mencari ridho Allah swt. Beribadah kepada-Nya dan taat akan perintah-perintah-Nya.

“Tidakkah terpikirkan olehmu tentang amal yang telah kau tabung selama ini? Dosa yang telah kau perbuat? Apa kau pernah menyakiti orang lain? Menyakiti hati orang tuamu? Bahkan pernah membuat kedua orang tuamu mengangis? Tidakkah kau rasakan tumpukkan dosa yang membukit?  Bahkan perbuatan yang tak sengaja kau lakukan pun bisa saja berbuah dosa!“ Astagfirullah.. Bergetar hati ini kembali mengingat Allah swt.

 Wahai diriku. Kembalilah muhasabah diri. Dirimu hanyalah pendosa dengan ilmu sebiji beras. Malulah kamu wahai diriku. Setidaknya perbaikilah akhlakmu! Tidakkah muslimah yang baik adalah dia yang  mempunyai akhlak mulia? Wahai diriku, jadikanlah dirimu sebagai contoh, teruntuk keluargamu. Tunjukan yang terbaik. Dan berikan segala yang mampu kau berikan untuk mereka.

Tanpa keraguan dan penuh keyakinan. Rabu, 27 September 2017 , ku bulatkan tekad dan beranikan diri meminta izin kepada mereka. Ya, kedua orang tua dan keluargaku. Perasaan gelisah yang terus tiada henti. Bagaimana jika mereka tidak merestuiku? Bagaimana jika aku merasa tersisihkan nantinya? Bagaimana jika orang-orang mulai menjauhiku? Akankah aku mendapat dukungan dari kerabatku? Semua seketika terbayangkan olehku.

Tanpa pikir panjang, kukirimkan sepenggal pesan untuk Ibu yang berisi permohonan. Akankah aku mendapat restunya? Wallahualam. Tak lama, Ibu kemudian menelfonku. Dengan penuh kekhawatiran, kuberanikan diri mengangkatnya. Dan ya, benar saja. Ibu terkejut membaca pesanku. Layaknya seorang wartawan, Ia mengajukan beberapa pertanyaan yang sejatinya menjatuhkanku. Tak ingin menjadikan niat baik ini menjadi kesalahpahaman, dengan penuh ketenangan kuperjelas semua maksud dan tujuanku.

Atas izin Allah. Dengan mudahnya aku mendaptakan izin dari kedua orangtuaku. Kurasakan hati Ibu yang tersentuh mendengar penjelasanku. Bapak yang antusias mendengar hijrahku membuatku semakin bersemangat. Tanpa perlu mengumpulkan baju beserta khimar dan niqob terlebih dahulu, kugunakan pakaian seadanya. Kuasa Allah, hijrahku mendatangkan banyak perhatian dari sekelilingku. Banyak dari mereka yang sudah memakai niqob yang meminjamkan milik mereka padaku. Masya Allah. Betapa tersentuhnya hati ini. Hari demi hari ku lewati dengan niqob diwajahku, perlahan tapi pasti dan kini kian terbiasa. Alhamdulillah..

        Tidak mudah menjalankan semuanya, tentu ada ujian yang Allah berikan padaku. Entah berupa cemoohan orang ataupun rasa gerah dan panas saat memakai niqob. Salah satu ujian terberat yang Allah berikan adalah ketika Ibu kembali menelfonku. “Nak, jangan dulu bercadar yaa, mantapkan hati terlebih dahulu”. Bagaimana bisa? Banjiran air mata langsung saja membasahi tempat tidurku. Sedih yang mendalam ketika mendengar perkataan Ibu. Entah apa yang membuatnya berubah pikiran. “Kumohon, izinkan aku Ibu”. Kujelaskan kembali maksud dan tujuanku hanyalah semata-semata ingin taat kepada Allah swt. Karna sungguh, engkau pasti tahu Ibu, bahwasanya wanita ialah fitnah terbesar didunia teramat untuk para lelaki. Astagfirullah..

        Butuh waktu lama untuk kembali mendapat perhatian Ibu. Berbagai cara kulakukan hanya demi kembali mendapat restunya. Maha Besar Allah, Ia kembali membukakan pintu hati Ibu untukku. Pesan terakhir yang Ibu kirimkan padaku “Nak, jangan nangis lagi ya. Ibu sudah bilang pakai saja kalau hatinya sudah mantap. Pelan-pelan saja takutnya kalau gak kuat nanti lepas nak. Jangan nangis lagi yaa. Ibu sedih”. Tak dapat berkata, kurasakan bahagia yang mendalam.

Alhamdulillah. Allah kembali mendengar doaku. Walaupun aku merasa bersalah karna telah membuat Ibu bersedih. Segera ku kirimkan pesan maaf dan terimakasih sebagai balasan pesan Ibu. Hati pun kembali tenang setelah mendapatkan pesan balasan yang teramat menyentuh hati. Insya Allah Ibu akan senantiasa mendukungku dalam keadaan dan situasi apapun demi kebaikan dan masa depanku. Aamiin.

Seminggu sudah kujalani. “Muslimah dengan niqob diwajah-Nya” tidak menjadikanku berbeda dari yang lain. Alhamdulillah. Semua terasa  berjalan lurus begitu saja. Semoga Engkau senantiasa menguatkanku dalam situasi dan keadaan apapun. Melindungi dan menjauhkan segala macam ketidakbaikan untuk diri ini. Aamiin.
Tuhan, sungguh indah skenario-Mu.


    Muslimah dengan pribadi yang lebih baik dan senantiasa istiqomah. Aamiin Ya Rabbal Alamin.

You Might Also Like

1 comments

Thank you so much if you're going to comment my post, give advice or criticism. I'm so happy ^_^ But please don't advertising and comment with bad words here. Thanks !

♥ Aisyah